Diposkan pada Best Friend, Cerita Pendek, Cerpen, Cinta, Dongeng, Family, Keluarga, Love, Novel, Sahabat, Tak Berkategori, Teman

Selamat Tinggal Air Mata Part 10 : Best Friend Forever

Malam ini setelah pekerjaan selesai, Arif berencana pergi ke bukit ayunan itu. Selain menawarkan pemandangan laut serta langit senja, bukit itu juga menwarkan pemandangan kerlap-kerlip pemandangan kota serta langit malam.
Dengan mengendarai mobilnya ia melaju, menembus ramainya kota Jakarta malam itu. Butuh waktu sekitar satu jam lamanya untuk bisa sampai ke bukit ini.
Setelah memarkirkan mobilnya, ia kemudian berjalan kaki mendaki bukit itu. Dari kejauhan terlihat seorang duduk di ayunan. Setelah Arif mendekat, ia tahu bahwa orang itu adalah Stella.
Stella duduk di ayunan itu, menatap indahnya lampu kota.

“Stella, kok kamu disini? Udah malam ini.” tanya Arif.

Stella menoleh ke arah Arif,

“Iya, lagi bosen aja.” jawab Stella sambil melihat kembali ke arah kota.
“Kamu juga, ngapain kesini?” tanya Stella.
“Aku lagi kangen lihat bintang-bintang, tapi sayangnya langit mendung. Bintang-bintang yang indahpun tersembunyi. Sama seperti kalau orang lagi ngambek, mereka sampai tak bisa tersenyum dan pesona merekapun hilang.” jawab Arif.
“Maksud kamu apa?” tanya Nadya lagi yang kini berdiri menenteng kedua tangannya di pinggangnya dengan wajah yang serius.
“Lhoh, kok kamu langsung serius gitu? Jadi bener nih kamu ngambek? Sampai chatku gak kamu balas.” kata Arif.
“Gak, ngapain juga aku ngambek.”
“Karena sekarang aku sudah punya pacar.” kata Arif.
“Jadi beneran.” kata Stella dalam hati.
“Sudahlah, tidak usah bohong dan menutupinya lagi. Kita ini sudah bersama-sama sejak kecil, aku tahu semua tentang kamu. Kamu pasti ngambek karena aku punya pacar, kamu takut kalau persahabatan kita menjadi berbeda dan tak seperti dahulu. Tapi kamu salah, persahabatan kita tetap sama, meski aku telah memiliki seorang kekasih sekalipun. Kita ini sahabat, best friend forever.” kata Arif.
“Ya udah, maafin aku. Emang bener kamu punya pacar?” tanya Stella.
“Sssttt! Jangan bilang-bilang ya… Namanya Nadya, sebenarnya dia itu cuma pacar pura-pura. Habisnya Mario genit banget, main goda-goda aja, jadinya aku inisiatif untuk mengakuinya menjadi pacar.” jawab Arif.
“Tapi dia memang cantik sih, unik dan juga berbeda dari wanita yang lain. Kira-kira dia mau gak ya jadi pacarku beneran?” tanya Arif.

Baru saja sakit di hati Stella hilang dan kini Arif mengukirnya lagi, kali ini lebih sakit karena Arif mengatakan hal itu.
Rintik hujanpun turun, mereka bergegas pergi dari sana menuju ke mobil Arif. Tapi tak sampai, karena kini rintik-rintik hujan itu menjadi deras. Akhirnya mereka berteduh di sebuah rumah pohon didekat bukit itu.
Baju mereka sedikit basah, nafas mereka terenggah karena berlari ke rumah pohon ini.
Lalu Arif kini memegangi bagian dadanya dengan mata yang memejam dan merintih kesakitan. Hal itu membuat Stella panik dan ketakutan.

“Kamu kenapa, Rif?” tanya Stella.

Bahkan saat Stella bertanya, Arif sampai tak menjawabnya.

“Kita ke dokter ya…” kata Stella.

Susah payah Stella mencoba menurunkan Arif dari rumah pohon itu, lalu mereka berjalan menuruni bukit dan kemudian masuk ke dalam mobil. Stella yang kini mengemudikan mobil Arif dan Arif duduk di depan disamping Stella masih dengan wajah yang terlihat kesakitan dan memegangi dadanya.

“Kita ke dokter ya, kita ke rumah sakit…” kata Stella.
“Gak, gak usah. Aku gak apa-apa.” kata Arif sambil memegang tangan Stella.
“Kamu yakin?” tanya Stella.
“Iya. Aku cuma mau pulang, lebih baik kamu anterin aku pulang.” jawab Arif.
“Oh, ok kalau gitu. Kita ke rumah kamu.”

Mobil itupun melaju menuruni jalan perbukitan yang berkelok, Stella menyetir sambil sesekali melihat ke arah Arif.
Beberapa jam kemudian, mereka telah sampai di depan rumah Arif.
Dan masih dengan ekpresi wajah yang nyengir kesakitan itu, Stella menopang tubuh Arif ia berusaha membawa Arif ke kamarnya di lantai dua. Kemudian setelah itu Stella membaringkan tubuh Arif di tempat tidur. Menutupi sebagian tubuhnya dengan selimut, berharap agar tubuh Arif hangat dan membuatnya lebih baik.

“Kamu yakin gak mau aku panggilin dokter?” tanya Stella.
“Gak usah, aku paling cuma kelelahan saja. Nanti juga sakitnya sembuh sendiri.” jawab Arif.
“Ya udah, aku temenin kamu ya…”
“Gak usah Stell, ini udah malam, lebih baik kamu pulang saja.” kata Arif.
“Kamu yakin?” tanya Stella.

Arif mengangguk,

“Ya udah deh kalau gitu, tapi kamu kalau butuh apa-apa jangan lupa bilang aku ya.” kata Stella.

Arif kembali mengangguk.

Stella meninggalkan kamar itu dengan perasaan khawatir, bahkan sampai ditinggal Stella pun Arif masih saja terlihat kesakitan. Bukan hanya Stella saja yang bertanya-tanya akan penyakit Arif, namun Arif sendiri pun juga begitu. Ia tak tahu penyakit apa yang menyerangnya kini, ini adalah pertama kalinya ia merasakan sakit yang sesakit ini.

Penulis:

Memiliki nama asli Aris Setiyanto, lahir 12 Juni 1996. Buku puisinya, Lelaki yang Bernyanyi Ketika Pesawat Melintas(2020) dan Ketika Angin Berembus(2021). Karyanya termuat di; Koran Purworejo, Koran BMR FOX, Harian Sinar Indonesia Baru, Radar Pekalongan, Harian Bhirawa, Bangka Pos, Radar Madiun, Harian Nusa Bali, Harian Waspada dll

27 tanggapan untuk “Selamat Tinggal Air Mata Part 10 : Best Friend Forever

  1. Ada yg saltik ni kyaknya mas Aris (part ini):
    β€œMaksud kamu apa?” tanya Nadya lagi yang kini berdiri menenteng kedua tangannya di pinggangnya dengan wajah yang serius.
    β€œLhoh, kok kamu langsung serius gitu? Jadi bener nih kamu ngambek? Sampai chatku gak kamu balas.” kata Arif.
    β€œGak, ngapain juga aku ngambek.”
    β€œKarena sekarang aku sudah punya pacar.” kata Arif.
    β€œJadi beneran.” kata Stella dalam hati.
    Sy jg pnasaran ap ya penyakitnya si Arief itu? Hnya sang penulis sj yg tahu, πŸ˜€πŸ˜€ intinya kudu sabar nungguin part2 slnjutnya…
    Jreng5x…..akhirnya sy slsai skli duduk cerbungnya dari part 5 ampe part 10…waw…

    Suka

Tinggalkan komentar