Diposkan pada Best Friend, Cerbung, Cerita Pendek, Cerpen, Cinta, Dongeng, Family, Keluarga, Love, Novel, Sahabat, Tak Berkategori, Teman

Bhayangkara : Part 2

Derap langkah terdengar, sejurus kemudian pintu kamar Bagus terbuka.

“Kalian sedang apa?” tanya seseorang dari balik pintu.

Kakek menoleh, begitupun Bagus. Dan ternyata neneklah orang di balik pintu itu, ia nampak cantik meski menjelang usia senja.

“Ayo cepat turun, makanannya sudah matang.” perintah sang nenek.

Kakek yang hendak mendekati ransel Bagus pun mengurungkan niatnya lalu berlenggang pergi meninggalkan ruangan dan menuju ke bawah.

“Terima kasih, nek.” kata Bagus.
“Terima kasih untuk apa?” tanya nenek nampak kebingungan.
Bagus tersenyum, “Karena nenek sudah menyelamatkan komik-komik saya,” jawab Bagus.
“Memangnya kamu simpan di mana buku komik itu?” tanya nenek lagi.
“Tuh!” kata Bagus seraya menujuk ke arah ranselnya.
“Jangan disimpan di situ, nanti pasti ketahuan.” kata sang nenek.
“Lalu di mana?” tanya Bagus.
“Di gudang,” jawab sang nenek dengan air muka terisi.
“Tapi…”
“Kakekmu itu tidak suka tempat yang kotor, jadi dia tidak akan pernah mungkin masuk ke gudang karena gudang kotor dan berdebu.” kata Nenek sebelum Bagus berkata.
“Ta-pi…” kata Bagus terbata.
“Kamu tenang saja, di sana ada sebuah lemari. Nanti komik-komik kamu itu letakkan saja di lemari itu agar tidak kotor.” tukas sang nenek.
Bagus memeluk neneknya, “Terima kasih, nek.” kata Bagus.
“Sama-sama,”
“Ayo kita turun, nanti kakekmu nyariin lagi.” kata nenek.

Mereka berdua pun turun untuk sarapan.

“Habis ini antarkan saya ke pasar ya, kek.” kata nenek.
“Lho, bukankah kemarin sudah ke pasar?” tanya kakek.
“Iya, kek. Tapi ada yang kelupaan kemarin itu.” jawab nenek seraya mengedipkan sebelah matanya begitu Bagus melihatnya.

Bagus hanya tersenyum saja, dalam hati ia terharu. Sampai sebegitunya perjuangan sang nenek untuk membuat cucunya bahagia bahkan sampai berbohong kepada suaminya.

Kakek menyalakan mobilnya, mobil itu diberi nama Aman. Katanya, agar membuat aman pula bagi penunpangnya dan bukannya celaka. Dan benar saja, sejak almarhum Andre kecil hingga sekarang, mobil itu belum pernah sekalipun mengalami kecelakaan.

“Jangan lupa setelah ini kamu simpan komik-komik kamu itu di gudang ya,” kata nenek.
Bagus mengangguk, “Ya sudah, nenek pergi dulu.” katanya lagi.

Setelah nenek dan kakeknya pergi, Bagus segera bergegas untuk memindahkan komik-komiknya ke gudang.
Sejak hari itu pula setiap ia membeli sebuah komik, ia akan menyimpannya di lemari di gudang itu.

✳✳✳

Waktu berjalan begitu cepat, Bagus kecil kini telah menjelma menjadi seorang remaja dengan tubuh kekar dan tampan rupa. Tinggi badannya berkat kebiasaanya bemain basket dan berenang. Sedang tubuhnya yang terbentuk berkat latihan bersama kakeknya setiap hari. Tak segan, kakeknya itu membelikan Bagus peralatan gym sendiri. Meskipun gaya hidupnya sederhana, sesungguhnya kekayaan kakek amat berlimpah.

Pintu kamar Bagus itu diketuk, Bagus yang tengah menggambar pun sesegera mungkin menghentikan lalu menyembunyikannya.

Namun pintu itu terlanjur di buka ketika Bagus hendak memasukkan buku sketchnya ke dalam laci, “Ini nenek, Gus.” kata nenek.
Bagus menoleh, “Ah, nenek. Mengagetkan saya saja,” kata Bagus.
“Nenek kalau masuk kan selalu ketuk pintu dulu, kalau kakekmu pasti langsung nyelonong masuk. Lagi pula harusnya kamu kunci pintu kamarmu itu kalau tidak mau ada yang tahu.” kata nenek.
“Iya, nek.” kata Bagus.
“Ya sudah, turun sana. Kakekmu sudah menunggu.” kata nenek.
“Nenek nanti nyusul seusai membersihkan kamar kamu,” katanya lagi.
“Baik, nek.” ucap Bagus.

Bagus pun turun, di meja makan sudah ada kakeknya.

Sang kakek pun tersenyum, “Calon polisi sudah turun,” katanya dengan mata berbinar melihat cucunya.

Bagus hanya menanggapinya dengan sebuah senyuman, itupub sebuah senyuman palsu. Meski jemu rasanya disambut dengan sambutan seperti itu di setiap harinya.

“Duduk, kasep¹.” kata kakek mempersilakan.
“Nah, sekarang makanlah dulu.” kata kakek lagi.

Mereka berdua pun menyantap makanan yang tersaji, sampai nenek turun dan bergabung dengan mereka.

“Setelah ini, kamu ikut sama kakek.” kata kakek.
“Kemana, kek?” tanya Bagus.
“Kamu lihat saja sendiri nanti,” jawab sang kakek.
“Tapi kek, ini kan hari minggu!” protes Bagus.
“Justru karena hari ini hari minggu, maka kamu kakek ajak pergi.” kata kakek.

Setelahnya Bagus tak protes lagi, neneknya pun tidak berani menimpali.

Mesin mobil menderu, beberapa kali suara klakdon pun terdengar, nenek juga beberapa kali berteriak memanggil nama Bagus.

Bagus menutup buku sketchnya lalu menyimpannya dalam laci, “Iya, sebentar!!!” teriaknya.
“Sebenarnya kakek mau bawa saya kemana?” tanya Bagus dalam hati.

Penulis:

Memiliki nama asli Aris Setiyanto, lahir 12 Juni 1996. Buku puisinya, Lelaki yang Bernyanyi Ketika Pesawat Melintas(2020) dan Ketika Angin Berembus(2021). Karyanya termuat di; Koran Purworejo, Koran BMR FOX, Harian Sinar Indonesia Baru, Radar Pekalongan, Harian Bhirawa, Bangka Pos, Radar Madiun, Harian Nusa Bali, Harian Waspada dll

2 tanggapan untuk “Bhayangkara : Part 2

Tinggalkan komentar