Diposkan pada Cerpen

Rawa Gembongan

   Sudah minta cuti dua hari dari kerjaan, eh, ternyata sekolah ditunda Sabtu depan sekaligus menyerahkan sebuah projek bebas.

   Pagi itu, kami berangkat jam delapan lebih. Karena jarak tempuh yang pendek, kami sampai di rawa jam 09:35. Sekarang Rawa Gembongan sudah ada loketnya, dari yang semula hanya diwajibkan membayar biaya parkir senilai Rp.2.000, kini juga harus membayar tiket masuk Rp.3.000/orang. Kami tidak kesulitan duduk di spot favorit. Karena masih pagi, tentu saja masih sepi. Adik saya, Asti, segera memesan gorengan dan es kopi. Katanya, dia belum sarapan. Jadi waktu itu kami pesan Rp.10.000 dan dapat sepuluh biji bonus sambal dan tikar. Baru setelah membayar, kami tahu bahwa tikar itu tidak gratis walau si pemilik warung bilang bahwa itu gratis. Kenapa juga harus gitu ya? Bilang dari awal saja tidak masalah kok, bagi saya.

   Awalnya, saya berniat ke rawa untuk membaca buku. Tapi, warung-warung yang berjejer di pojokan rawa itu memutar musik dangdut dan sangat mengganggu. Belum lagi percakapan di antara mereka yang sangat keras—seperti saling membentak, benar-benar sangat mengganggu dan saya berhenti di halaman 17. Saya tutup buku dan memutuskan untuk makan gorengan karena Asti bilang sudah tidak kuat. Hal yang berikutnya terjadi diluar dugaan. Tiba-tiba ada rombongan anak-anak sekolah dasar dan TK berlarian menuju rawa. Kami pun sontak tertawa. Kami kesini mencari ketenangan, ternyata hari itu bukanlah hari yang tepat sama sekali.

   Anak-anak itu mulai naik perahu bebek, perahu yang dikayuh dan bisa dinaiki oleh 2-3 orang. Kemudian ada beberapa juga yang naik perahu bermotor. Dan tentu saja mereka teriak-teriak karena kegirangan. Ada yang perahunya menyangkut di pulau, ada yang bertabrakan. Ada yang tidak bisa mengemudikan perahu sehingga perahunya berjalan mundur, ada yang terus diteriaki temannya karena telah tiba waktu gantian. Pokoknya sangat jauh dari ketenangan. Tapi kami juga bahagia dengan tingkah bocah-bocah itu. Saya tidak tahu berapa tarif naik perahu bebek dan perahu bermotor. Terakhir, tarif naik perahu bebek adalah Rp.10.000/berapa menit *kurang tahu, dan Rp.50.000 untuk perahu kayu bermotor yang bisa dinaiki 5 orang.

    Saat musim panas, tempat ini sangat favorit untuk melihat matahari terbenam.

Lokasi : Teguwanoh, Kaloran, Temanggung, Jawa Tengah.

Penulis:

Memiliki nama asli Aris Setiyanto, lahir 12 Juni 1996. Buku puisinya, Lelaki yang Bernyanyi Ketika Pesawat Melintas(2020) dan Ketika Angin Berembus(2021). Karyanya termuat di; Koran Purworejo, Koran BMR FOX, Harian Sinar Indonesia Baru, Radar Pekalongan, Harian Bhirawa, Bangka Pos, Radar Madiun, Harian Nusa Bali, Harian Waspada dll

Satu tanggapan untuk “Rawa Gembongan

Tinggalkan komentar